Islam di Jepang

SEJARAH ISLAM DI JEPANG

Hanya terdapat sedikit sekali catatan sejarah yang merekam tentang
hubungan antara Islam dengan Jepang sebelum mereka membuka negaranya
pada tahun 1853, walaupun diyakini bahwa sudah banyak muslim yang
datang ke nagasaki berabad-abad sebelumnya.
Agama Islam pertama kali dikenal oleh masyarakat Jepang adalah sek itar
tahun 1877 yang bersamaan waktunya dengan hadirnya agama Nasrani dari
Barat ke negara tersebut. Seiring kemudian muncul buku terjemahan bahasa
Jepang mengenai riwayat hidup Nabi Muhammad. Hal ini secara langsung
membantu Islam menempatkan diri pada wacana intelektual warga
setempat.
Kontak penting lainnya adalah tahun 1890 saat sebuah kapal laut milik
Kerajaan Turki Ottoman bernama Ertuğrul singgah di Jepang dalam rangka
menjalin hubungan diplomatik. Dari sinilah warga Jepang jadi lebih
mengenal Islam serta kebudayaannya.




Ertuğrul (Ottoman frigate)

Adapun orang Jepang pertama yang memeluk Islam adalah Mitsutaro
Takaoka tahun 1909. Dia lantas mengganti namanya menjadi Omar Yamaoka
setelah melaksanakan ibadah haji. Namun, penelitian lain menyebutkan
bahwa orang Jepang bernama Torajiro Yamada kemungkinan merupakan
pemeluk Islam pertama di sana dan pernah berkunjung ke Turki.
Komunitas muslim baru ada setelah kedatangan pengungsi dari Uzbek,
Kirghiz, Kazakh, dan kaum Tatar Muslim yang lari akibat terjadi Revolusi
Bolshevik di Rusia selama Perang Dunia I. Pemerintah kekaisaran Jepang
kemudian bersedia menyediakan lahan bagi tempat tinggal mereka di
beberapa kota hingga membentuk komunitas-komunitas kecil.
Dengan munculnya komunitas muslim ini, tak lama akhirnya didirikanlah
sejumlah bangunan masjid. Salah satu yang dianggap penting adalah masjid
Kobe yang dibangun tahun 1935 dan masjid Tokyo tahun 1938. Berkat
kontak-kontak yang intens dengan pemeluk Islam, beberapa penduduk
Jepang pun beralih ke Islam saat itu.

Islam justru mengalami perkembangan pesat selama berkecamuknya Perang
Dunia II. Kekaisaran dan militer Jepang banyak menjalin hubungan dengan
sejumlah organisasi dan pusat kajian Islam serta negara Islam. Pada masa ini
sebanyak 100 buku dan jurnal mengenai Islam terbit di Jepang. Namun,
tujuan utama pihak militer mendekati kalangan Islam adalah guna mendapat
pengetahuan tentang Islam dalam kaitan rencana invasi ke negara-negera
Asia Tenggara yang berpenduduk Muslim.
Tahun 1953 organisasi muslim pertama (Japan Muslim Association) berdiri di
bawah pimpinan Sadiq Imaizumi. Jumlah anggotanya masih sebanyak 65
orang dan bertambah dua kali lipat dua tahun kemudian.
Pengganti Sadiq adalah Umar Mita. Dia mempelajari Islam ketika bekerja di
Manshu Railway Company di Cina saat perang dunia II. Karena sering kali
berhubungan dengan umat muslim Peking-Cina, lama kelamaan Umar
percaya terhadap ajaran Islam dan memutuskan beralih menjadi Muslim.
Sesudah kembali ke Jepang, dia pergi ke tanah suci Makkah dan tercatat
sebagai orang Jepang pertama yang berhaji setelah masa perang. Tak hanya
itu, Omar selanjutnya juga membuat terjemahan Alquran ke dalam bahasa
Jepang.
Satu lagi masa kejayaan Islam di Jepang tatkala terjadi krisis minyak dunia
tahun 1973. Negara-negara Timur Tengah mengembargo pasokan minyak
mentahnya kepada negara yang mendukung Israel. Oleh karenanya,
perhatian warga Jepang tercurah kepada perkembangan Islam khususnya di
Timur Tengah. Mereka pun makin menyadari penting menjalin hubungan
dengan negara-negara tersebut bagi pertumbuhan ekonomi Jepang. Akan
tetapi sekali lagi usai krisis minyak reda, Islam pun kembali dilupakan oleh
masyarakat Jepang.
Hingga kini Islam seolah sulit berkembang di Jepang. Salah satu sebabnya
adalah ketaatan warga Jepang terhadap kepercayaan Sinto dan Budha.
Statistik menyebutkan, sekitar 80 persen penduduk memeluk Sinto atau
Budha. Hanya satu dari empat penduduk Jepang yang menganut agama lain.

Adapun agama Islam dianut oleh sekitar satu setengah juta jiwa. Jumlah ini
terbilang kecil dibandingkan populasi di Jepang sebanyak 120 juta jiwa.
Sebagian besar pemeluk Islam ini adalah para pelajar dan imigran dari
negara Asia Tenggara dan Timur Tengah. Hanya sedikit yang warga asli
Jepang. Umumnya terkonsentrasi di kota-kota besar semisal Hiroshima,
Kyoto, Nagoya, Osaka, dan Tokyo. Secara rutin dakwah juga berjalan pada
komunitas-komunitas Muslim ini.
Pada kenyataannya pula asosiasi pelajar muslim serta organisasi keagamaan
kerap menyelenggarakan acara bersama dan diskusi untuk menambah
pengetahuan ke-Islaman. Selain itu acara tersebut terbukti cukup efektif
dalam membina persaudaraan sesama Muslim.
Beberapa tahun lalu, Dr Saleh Samarrai yang pernah belajar di negara
Sakura itu dari tahun 1960, membentuk Japan Islamic Center dan menyusun
metode dakwah efektif di Jepang. Sumbangsihnya ini akhirnya mampu
mendorong upaya pengembangan Islam serta mengenalkan Islam secara luas
pada masyarakat Jepang yang kosmopolitan.

masjid Kobe

Masjid Kobe (神戸モスク Masjid Kōbe), juga dikenal
sebagai Masjid Muslim Kobe (神戸ムスリムモスク Masjid Muslim Kōbe),
didirikan bulan Oktober 1935 di Kobe dan merupakan masjid pertama di
Jepang Pembangunannya didanai oleh sumbangan dari Komite Islam Kobe
sejak 1928 hingga pembukaannya tahun 1935 Masjid ditutup oleh Angkatan
Laut Kekaisaran Jepang tahun 1943. Tetapi, masih aktif sebagai masjid hari
ini. Terletak di distrik Kitano-cho di Kobe. Karena memiliki ruang bawah
tanah dan strukturnya, masjid ini selamat dari gempa bumi besar Hanshin.
Masjid itu dibangun dalam gaya Turki tradisional oleh arsitek Ceko Jan Josef
Svagr (1885–1969), perancang sejumlah tempat ibadah Barat di Jepang.

Sumber: http://www.kanimaja.org/content/view/42/43/

Asosiasi Muslim Jepang

Serangan Jepang terhadap Cina dan negara-negara Asia Tenggara selama Perang Dunia II menghasilkan hubungan-hubungan antara orang-orang Jepang dengan orang-orang Muslim. Mereka yang memeluk agama Islam dalam hubungan-hubungan itu kemudian mendirikan Asosiasi Jepang Muslim di bawah pimpinan almarhum Sadiq Imaizumi pada tahun 1953 . Asosiasi tersebut adalah organisasi Jepang Muslim satu. Jumlah anggotanya sebanyak 65 orang pada waktu pembentukan asosiasi ini bertambah dua kali lipat sebelum pemimpinnya meninggal enam tahun kemudian.

Presiden kedua asosiasi ini adalah almarhum Umar Mita. Mita adalah orang Islam yang tipikal bagi generasi tuanya yang mempelajari Islam di wilayah-wilayah yang diduduki oleh Kekaisaran Jepang .Ia bertugas dengan Serikat KA Manshu yang letaknya menguasai semua area Jepang di wilayah timur laut Cina ketika itu. Melalui hubungan-hubungannya dengan orang-orang Cina Muslim, beliau masuk Islam di Beijing . Bila Mita kembali ke Jepang setelah perang, beliau menunaikan haji, dan merupakan orang Jepang pertama setelah perang untuk melakukannya. Mita juga menerjemahkan maksud al-Quran dari sudut pandang orang Muslim dalam bahasa Jepang pertama kali.

Oleh itu, hanya setelah Perang Dunia II baru ada sebuah komunitas di Jepang yang benar-benar bisa disebut “komunitas Jepang Muslim”. Meskipun keberhasilan awal agak memuaskan, perkembangan kemudian dari segi keanggotaan sangat perlahan, dan walaupun ada banyak organisasi yang didirikan sejak waktu itu, setiap organisasi itu hanya memiliki beberapa anggota yang aktif.

Orang Jepang Muslim

Tidak ada anggaran yang dapat dipercaya tentang jumlah orang Jepang Muslim di Jepang. Klaim tiga puluh ribu tidak diragukan merupakan satu tokok tambah. Beberapa orang mengklaim bahwa jumlah hanya dalam beberapa ratus. Ketika ditanya, Abu Bakr Morimoto menjawab, “Berbicara terus terang, hanya seribu. Dalam pengertiannya yang paling umum, jika kita memasukkan mereka yang masuk Islam namun tidak mengamalkan agama ini, misalnya hanya untuk pernikahan , jumlah mungkin dalam beberapa ribu. ”

Perkembangan yang semacam perlahan disebabkan sebagian oleh kondisi luar. Suasana keagamaan tradisional Jepang dan kecenderungan yang sangat mementingkan materi harus dipertimbangkan.Tetapi ada juga kelemahan dari segi orang-orang Islam Jepang sendiri juga. Ada perbedaan orientasi antara generasi yang tua dengan generasi yang baru. Bagi generasi yang tua, Islam disamakan dengan agama Malaysia, Indonesia , Cina, dan sebagainya. Tetapi untuk generasi baru, negara-negara Asia Tenggara tidak begitu menarik hati karena orientasi barat mereka dan oleh itu, mereka lebih dipengaruhi oleh Islam di negara-negara Arab.

“Generasi tua telah hidup dengan rapat dengan orang-orang Muslim bukan orang Jepang,” Nur Ad-Din menegaskan. “Ini adalah sesuatu yang cemerlang dalam semangat persaudaraan. Tetapi dari segi yang lain, kita tidak dapat menafikan efek samping, yaitu, cara hidup ini tidak bisa menghindari orang-orang Jepang yang lain dari berpikir bahwa agama Islam adalah sesuatu yang asing. Bagaimana mengatasi rintangan ini adalah satu masalah yang harus diatasi. Ini adalah tugas untuk kita, generasi yang lebih muda. ”

Ketika mengunjungi negara-negara Muslim, kata-kata bahwa orang-orang Muslim Jepang adalah kelompok agama minoritas sering menimbulkan pertanyaan dari para hadirin, “Berapa persen jumlah orang Muslim di Jepang?” Jawaban saat ini: “Satu dari seratus ribu.”

Dakwah di Jepang

Sejarah Islam di Jepang mengungkapkan beberapa gelombang pemelukan agama yang acak. Namun, kampanye agama baru di Jepang sejauh ini tidak begitu berhasil, termasuk agama Kristen .Statistik menunjukkkan bahwa di sekitar 80% dari jumlah penduduk Jepang adalah penganut Budhisme atau Shintoisme , sedangkan hanya 0.7% merupakan penganut Kristen. Hasil jajak pendapatterbaru yang dikelola oleh sebuah majalah bulanan Jepang membayangkan satu kaveat yang penting. Hanya seperempat penduduk Jepang percaya setiap satu agama yang khusus. Ketiadaan kepercayaan ini adalah lagi signifikan bagi pemuda-pemudi Jepang yang berumur 20-an dengan harga ateisme setinggi 85%.

Jumlah kader yang berpotensi dalam komunitas Muslim di Jepang adalah sangat kecil, dan terdiri dari para siswa dan berbagai tipe karyawan yang bertumpu di kota-kota besar seperti Hiroshima ,Kyoto , Nagoya , Osaka dan Tokyo . Asosiasi-asosiasi siswa Muslim dan sejumlah asosiasi lokal sekali sekala mengelola perkemahan dan perhimpunan dalam usaha untuk meningkatkan pemahaman ajaran Islam serta untuk memperkuat persaudaraan antara orang-orang Muslim. Namun, usaha-usaha mereka jarang dikelola secara teratur untuk menangani kegiatan-kegiatan dakwahdengan efektif.

Ada kebutuhan yang berkelanjutan untuk orang-orang Muslim bertahan dari tekanan-tekanan dan godaan-godaan gaya hidup modern yang lebih ghairah. Orang-orang Muslim juga menghadapi kesusahan terhadap komunikasi, perumahan, pendidikan anak, makanan halal , serta literatur Islam , dan Teman ini mencegah kegiatan-kegiatan dakwah di Jepang.

Tanggungjawab dakwah seringnya dianggap sebagai suatu kewajiban orang-orang Muslim berbicara kepada orang bukan Muslim. Namun, panggilan yang penting untuk islaah dan tajdeed juga merupakan bentuk-bentuk dakwah tersendiri untuk orang-orang Muslim. Usaha untuk perbaikan tingkat pengetahuan Islam dan kondisi-kondisi hidup komunitas Muslim adalah satu bentuk dakwah pada dirinya yang amat diperlukan di Jepang. Jika sikap-sikap tidak ambil peduli dan kepasifan penduduk Islam di Jepang terhadap persoalan-persolan jemaah Islam tidak berubah, komunitas-komunitas Islam di Jepang menghadapi risiko pelemahan dan penghapusan melalui putar belit kepercayaan Islam yang akan bertambah parah. Kemungkinan ini disebabkan oleh hubungan yang tetap terhadap pengaruh-pengaruh kebiasaan dan praktek tradisional Jepang, seperti membongkokkan badan sebagai bentuk menyambut, serta partisipasi-partisipasi bersama dalam perayaan-perayaan agama dan kunjungan-kunjungan kuil .

Masalah-masalah yang dihadapi orang-orang Muslim mungkin lebih buruk bagi anak Muslim yang, tanpa tadika atau sekolah Muslim, merupakan target yang mudah untuk dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan budaya dan sosial yang bukan Islam. Ketiadaan institusi pendidikan yang bersifat Islam juga dibayangkan oleh fakta bahwa seluruh negara Jepang hanya memiliki sebuah masjid yang tunggal. Dengan Fadhl dari Allah (SWT), masjid itu telah bertahan dari gempa bumi yang letaknya memusnahkan seluruh kota Kobe pada 17 Januari 1995 . Ada usaha-usaha yang tetap untuk membangun atau mengubah unit-unit perumahan menjadi surau di banyak kota lainnya.

Tanggapan salah terhadap ajaran Islam yang diperkenalkan oleh media-media barat perlu diperbaiki dengan cara yang lebih efisien dan yang mempertimbangkan fitur penting masyarakat Jepang sebagai salah satu negara yang paling melek huruf di dunia. Namun, karena taburan orang Muslim yang amat sedikit, terjemahan maksud-maksud al-Quran dalam bahasa Jepang juga tidak mudah ditemukan. Hampir tidak adanya literatur Islam di dalam buku-buku toko atau perpustakaan- perpustakaan umum, kecuali beberapa esai dan buku dalam bahasa Inggris yang dijual pada harga yang agak tinggi.

Maka, tidaklah mengejutkan untuk menemukan bahwa pengetahuan orang Jepang yang biasa pada agama Islam hanya dibatasi untuk beberapa istilah yang berhubungan dengan poligami , Sunni danShia , Ramadhan , Haj, Nabi Muhammad, dan Allah. Dengan efek-efek yang semakin terang pada kesadaran kewajiban komunitas-komunitas Islam serta penilaian yang rasional terhadap kemampuan dan batasnya, Ummah Muslim telah menunjukkan tanggungan yang lebih kuat terhadap pelaksanaan kegiatan-kegiatan dakwah dengan cara yang lebih teratur.

Gambar Islam dirusak secara parah oleh pembunuhan Hitoshi Igarashi di Jepang karena terjemahan Ayat-ayat Satan ( The Satanic Verses ) olehnya, Serangan 11 September 2001, dan pemboman bunuh diri di Palestina , Israel , Bali , Irak , dan Yordania yang dilakukan di atas nama Islam. Gambar Islam juga dirusak lagi oleh tanggapan ketakstabilan politik di dunia Arab

 

 

Pranala luar

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Tinggalkan komentar